Minggu, 26 Januari 2014

The Art of Letting Go

"If you love someone, set them free. If they come back, they're yours; if they don't, they never were."

Anda pernah membaca kutipan itu? Sekilas terdengar miris ya. Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh cinta. Namun apakah perjalanan cintanya mulus seperti jalan tol? Ya...tentu berbeda-beda.

Sebut saja A, wanita muda yang menjalin hubungan dengan seorang kakak kelasnya sewaktu SMP dulu. Cantik, baik, dan ramah. Tiada hari tanpa lelucon. Saya mengenalnya hampir setengah tahun yang lalu. Tidak seperti biasanya, akhir-akhir ini ia menjadi murung dan tak banyak bicara. Something wrong with her. A sangat kecewa karena dirinya hanya menjadi pelarian kekasihnya, sekarang sudah menjadi mantan (ex). A dan ex menjalin hubungan yang hanya berlangsung beberapa bulan. Lalu, ex kembali dengan kekasih pertamanya. 

Kemudian B, pria pekerja keras dengan kehidupan yang serba pas-pasan diusianya yang sudah cukup berumur lalu mengencani gadis lugu dan polos. Hubungan mereka berlangsung dua tahun, terjalin harmonis, dan jarang terjadi konflik. B berencana menikahi gadis itu mengingat usianya yang tak lagi muda. Namun, semua harus berakhir karena orang tua gadis tersebut tidak merestui hubungan mereka dan menjodohkan anaknya dengan pria lain.

Dalam hidup, kita tidak bisa memilih segala sesuatu harus terjadi sesuai dengan keinginan. Keinginan dan kenyataan adalah dua hal yang berbeda. Keinginan dapat diusahakan (meskipun dengan pengorbanan) tetapi kenyataan sudah digariskan. Dari kedua contoh, banyak hal positif yang dapat dikembangkan walaupun mereka yang mengalami peristiwa itu harus merasakan sakit dan rapuh terlebih dahulu.

Kasus pertama: A hanya sebagai pelarian. Sakit hati sudah pasti. Siapa sih yang mau hanya dijadikan pelarian alias tempat singgah sementara. Tidak seorang wanita pun ingin dipermainkan oleh pria. Begitu juga sebaliknya. Pada dasarnya pria pun tidak bermaksud menyakiti hati wanita. Hanya saja, situasi dan kondisi yang mengharuskan mereka melakukannya (terpaksa). Pada saat seorang pria putus dengan kekasihnya kemudian di saat yang sama ada wanita lain yang memberikan perhatian lebih maka ia akan merasa nyaman. Hal ini dapat mendukung terbentuknya hubungan yang baru dengan orang ketiga. Namun harus diingat, menjalin hubungan baru pasca putus dengan mantan bukanlah keputusan yang tepat. Efeknya ya seperti kisah A; hanya pelarian saja karena ternyata kekasihnya belum benar-benar melupakan cinta pertamanya.

Kasus kedua: B dapat dikatakan orang yang tergolong bernasib kurang baik. Sudah jatuh tertimpa tangga peribahasanya (waduh... ). Ketika usianya sudah tidak lagi muda, ia juga harus kehilangan kekasihnya dengan alasan tidak mendapat restu orang tua dari kekasih. Kalau diteliti lebih lanjut, apa yang menyebabkan orang tua wanita tidak merestui mereka? Ya, jelas saja dengan kondisi kehidupan B yang pas-pasan tentu orang tua kekasihnya meragukan apakah mereka mampu bertahan memenuhi kebutuhan hidupnya setelah menikah nanti. B memang pekerja keras tetapi mengapa ia tidak berusaha sejak usia muda? Mungkin begitu pemikiran orang tua kekasihnya. 

Adakah di antara Anda atau sahabat dekat yang mengalami peristiwa yang sama? Ladies and Gentleman tidak perlu kecewa dan berkecil hati. Patah hati merupakan hal yang wajar dialami oleh setiap manusia. Orang datang dan pergi silih berganti dalam kehidupan kita. Jangan menyesali apapun yang terjadi. Mereka yang pernah singgah di hati tentu menyimpan kenangan kebahagiaan walaupun akhirnya harus berpisah. "Terkadang kita dijatuhkan dengan keras agar dapat terbang lebih tinggi." 

Hal yang harus dilakukan jika Anda pernah mengalami patah hati dengan rantaian peristiwa seperti apapun yaitu introspeksi diri. Coba telusuri kembali lebih dalam apa penyebabnya, kemudian bagaimana menyelesaikan hal tersebut. Nah berikut ini beberapa tips yang dapat dicoba :
  • Setelah patah hati biasanya seseorang larut dalam kesedihan dan ingin meluapkannya. Bersedih boleh saja, silahkan menangis agar beban Anda hilang. Namun, kesedihan tidak menyelesaikan masalah. Bangkitlah dan mulai tersenyum. Smile, even if it's fake. Laugh, even if you hurt. Syukuri apa yang Anda miliki, masih banyak orang yang menyayangi dan mencintai Anda.  
  • Mencoba untuk menceritakan masalah Anda kepada orang yang dipercaya dan dianggap mampu memberikan solusi, sah-sah saja jika itu membuat Anda lebih baik.
  • Mendekatkan diri pada Tuhan adalah cara yang cukup ampuh bagi sebagian orang. Anda dapat merasakan ketenangan dan kedamaian yang tidak didapatkan dari teman curhat sekalipun.
  • Lakukan hobi atau kegiatan yang Anda sukai. Pergilah ke suatu tempat yang menyenangkan untuk merefresh otak Anda. 
  • Merubah penampilan juga dapat dilakukan, lalu banyak bergaul dan membuka diri dengan lingkungan sosial. Hal ini akan membuat Anda menjalin relasi dengan orang baru. Tentu tidak menutup kemungkinan akan bertemu dengan orang yang tepat untuk Anda. 
  • Percantik pula hati Anda dan kembangkan karakter kepribadian yang positif. Hukum alam berlaku loh.. Hal-hal positif akan mendekat kepada hal positif lainnya. Begitu sebaliknya, hal-hal negatif akan mendekati hal negatif lain. Pilihan ada pada Anda. 
  • Perbaiki pula kekurangan yang ada dalam diri Anda. Memang tidak ada manusia yang sempurna tetapi berusahalah untuk lebih baik dari hari kemarin. Berjuang lebih keras agar menjadi seseorang yang layak bagi orang lain.   
  • Lupakan kenangan pahit dan menyedihkan. Ikhlaskan kepergian orang tersebut. Mulailah dengan kehidupan yang baru. Tidak perlu khawatir akan hari esok. 
Pada praktiknya, melupakan seseorang yang berkesan dan masa lalu tidaklah semudah menulis blog. Upss... Tetapi Anda bisa mencobanya. Life must goes on. God knows who belongs in your life and who doesn't. Trust and let go. Whoever is meant to be there, will still be there. You deserve for a good one. 
Take care! God bless you :)

Kamis, 16 Januari 2014

Parenting Style

Suatu hari saya berjalan santai di mall dan duduk di taman. Tidak lama kemudian di sebelah saya duduk seorang anak yang berusia sekitar enam atau tujuh tahun, bersama ibunya.  Anak itu terlihat menangis karena tidak dibelikan mainan oleh Ibunya. Lalu Ibu muda berkata “Mami gak suka kalau kamu begini. Mainan kamu sudah banyak di rumah. Kalau masih nangis mami tinggalin kamu aja di sini.” Anaknya tetap menangis dan merengek minta dibelikan mainan tersebut. Beberapa menit kemudian, seorang pria menghampiri mereka. Ternyata ia adalah ayah dari anak tersebut. Pria yang berwibawa dan tenang itu mencoba mendekati anaknya dan berbicara dengan jarak yang sangat dekat sambil menatap erat matanya. “Apa yang membuat kamu ngambek seperti ini, nak?” Anak itu perlahan berhenti menangis, kemudian ayahnya mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dengan suara tersendat anaknya menjawab ingin membeli mainan baru tapi tidak diizinkan oleh ibunya. Ayahnya hanya menganggukan kepala lalu memeluknya. “Coba kamu lihat ke sana, nak.” Tepat ditunjuknya badut yang lucu. “Kamu tau gak kalau di dalam badut itu sebenarnya manusia?” Anaknya hanya terdiam. “Mereka sama seperti kita, hanya saja mereka terpaksa bekerja sebagai badut. Mungkin jika ada pekerjaan lain, ia tidak akan menjadi badut. Ia bekerja untuk mencari uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mungkin juga untuk biaya makan anaknya. Nah, coba kamu bayangkan jika papi atau mami harus bekerja seperti itu hanya untuk mencukupi makan sehari-hari. Apa kamu masih mau membeli banyak mainan? Mainan kamu sudah cukup banyak di rumah” Cukup lama anaknya terdiam dan memandangi badut di seberangnya. Kemudian ia tersenyum kepada ayahnya. “Ayo pi, kita ke sana aja” Akhirnya ia berjalan mendekati badut itu dan bersalaman. Sepertinya ia melupakan untuk membeli mainan baru.

Peristiwa tersebut seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai orangtua, baik ayah atau ibu memiliki peran yang sangat penting dalam mengasuh anak, membentuk perilaku dan menjadi teladan bagi mereka. Ada beberapa tips yang dapat dilakukan, di antaranya observational learning, yaitu pembelajaran dengan mengamati perilaku orang lain. Pada peristiwa di atas, observational learning dilakukan dengan mengamati perilaku badut dan memberikan penjelasan  kepada anak mengapa ia tidak boleh membeli mainan terus menerus sementara ia sudah memiliki banyak mainan. Orang tua dapat pula menggunakan obyek lain seperti anak-anak jalanan sehingga anak melihat contoh nyata dan mensyukuri apa yang dimilikinya. 

Bandura (dikutip dalam Feist & Feist, 2008) mengatakan bahwa manusia mempelajari respons baik yang diikuti dengan reinforcement (penguatan) dan yang mendapat punishment (hukuman). Ketika ibu mengatakan bahwa ia akan meninggalkan anaknya jika tidak berhenti menangis maka dapat dikatakan sebagai punishment. Hal ini bertujuan agar anaknya berhenti menangis dan tidak mengulangi perbuatannya lagi dengan merengek minta dibelikan mainan. Selain punishment, orang tua juga dapat memberikan reinforcement kepada anaknya seperti pujian ketika ia berhenti menangis.

Proses pembelajaran yang lain adalah modeling. Proses ini dilakukan dengan meniru perilaku orang lain. Meniru perilaku melibatkan proses-proses kognitif yang akan diingat pada waktu yang akan datang. Anak-anak mengamati model, mengulangi apa yang didengar dan dilihat. Ketika ayah memberikan contoh nyata yaitu perilaku badut dan berhasil membuat anaknya mengerti untuk tidak membeli banyak mainan, sebaiknya dilanjutkan dengan mencontohkan perilaku yang patut ditiru oleh anaknya. Jangan sampai orang tua melarang anak untuk tidak membeli barang-barang yang kurang berguna, sementara mereka pun melakukannya, bersikap hedonisme misalnya dengan membeli peralatan rumah tangga yang kurang bermanfaat.

Selain itu, ada beberapa teori mengenai pola pengasuhan. Diana Baumrind (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengemukakan tiga tipe pengasuhan yaitu (a) otoritarian; orang tua yang berusaha membuat anak mematuhi semua standar perilaku dan menghukum mereka jika melanggarnya, (b) permisif; orang tua yang hanya sedikit mengontrol dan membiarkan anak memonitor aktifitas mereka sendiri serta jarang menghukum, dan (c) otoritatif; orang tua yang menghargai individualitas anak tetapi menekankan batasan-batasan sosial, mereka menyayangi namun tegas dalam menetapkan standar dan berkenan menerapkan hukuman jika diperlukan.

Setiap pilihan dalam pola asuh menghasilkan konsekuensi tertentu. Sebagai orang tua, tentunya Anda menginginkan yang terbaik bagi masa depan anak-anak. Oleh karena itu, berusaha menjadi orang tua yang bijak memang tidak mudah tetapi dapat diupayakan. Anak-anak akan meniru perilaku orang tuanya. Anda dapat membentuk seperti apa karakter anak di masa depan. Berikut ini kutipan dari Dorothy Law mengenai pola pengasuhan terhadap anak.

"Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar berlaku adil.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan."
ika anda ingin anak anda tetap menjajagi kaki mereka di tanah, berikan tanggu jawab di pundak mereka. - Aigail Van Buren
- See more at: http://jusmanonline.blogspot.com/2012/04/kata-kata-mutiara-bijak-tentang-anak.html#sthash.k82FjvO1.dpuf
ika anda ingin anak anda tetap menjajagi kaki mereka di tanah, berikan tanggu jawab di pundak mereka. - Aigail Van Buren
- See more at: http://jusmanonline.blogspot.com/2012/04/kata-kata-mutiara-bijak-tentang-anak.html#sthash.k82FjvO1.dpuf

Jika Anda ingin anak Anda tetap menjajagi kaki mereka di tanah, berikan tanggung jawab di pundak mereka - Aigail van Buren 

Semoga artikel ini bermanfaat.

Selasa, 07 Januari 2014

All about Love

Hai.. Setelah sekian lama akhirnya saya kembali menulis blog. Entah apa yang membuat saya ingin sekali berbagi tulisan mengenai cinta. Hari ini saya mendapat sharing yang luar biasa dari teman-teman di kantor. Mungkin kalian pernah membaca buku dengan judul Tuhan Masih Menulis Surat Cinta karya Grace dan Steven. Jujur, saya belum pernah membacanya dan akan segera membacanya. Saya cukup terkejut dan terharu ketika seorang teman di kantor menceritakan kisah cinta mereka (Grace & Steven). Kisah cinta yang mengharukan dan mungkin menjadi dambaan bagi setiap pasangan. Namun, satu hal yang harus diingat adalah setiap orang pasti memiliki kisah cintanya masing-masing.

Cinta selalu menjadi topik favorit, tidak hanya di kalangan remaja bahkan semua orang menyukai pembicaraan mengenai cinta. Cinta bersifat universal. Apakah cinta itu? Beberapa orang mengatakan cinta adalah perasaan. Sebagian yang lain mengatakan cinta adalah keputusan. Seperti yang diungkapkan oleh Grace, mencintai seseorang merupakan sebuah keputusan. Keputusan untuk tetap bertahan dalam kondisi apapun. Sekalipun terjadi perubahan pada orang yang kita cintai. 

Nah, saya akan membahas teori cinta menurut Berscheid dan Walster (1978). Ia mengatakan bahwa cinta dapat dikategorikan menjadi passionate love dan companionate love. Passionate love yaitu jenis cinta yang penuh emosi seperti perasaan lembut dan hasrat seksual, kegembiraan dan kesedihan, kecemasan dan ketenangan, altruisme dan kecemburuan yang saling bercampur aduk dalam satu perasaan. Jenis cinta ini kadang terjadi di awal hubungan romantis. Hatfield dan Sprecher (1986) juga menyatakan dalam studinya bahwa kecemasan dapat menimbulkan passionate love. Getaran fisiolgis, keinginan seksual, rasa takut pada penolakan dapat memengaruhi emosi yang dirasakan dalam passionate love. Cinta jenis ini datang tiba-tiba dan hilang dengan cepat. 

Lalu, bagaimana dengan companionate love? Companionate love yaitu cinta yang penuh kasih sayang dan menekankan rasa saling percaya dan perhatian. Tipe cinta yang lebih praktis, menekankan rasa percaya dan toleran terhadap kekurangan pasangan. Companionate love berkembang pada saat dua orang menjalin hubungan yang memuaskan. Peneliti meyakini bahwa cinta jenis ini memberikan basis yang lebih kokoh untuk hubungan jangka panjang. Jenis cinta manakah yang Anda kembangkan? 

Selain dua jenis cinta ini, peneliti lain Robert Sternberg (1986) menyatakan bahwa cinta memiliki tiga komponen yaitu intimasi, hasrat, dan komitmen. Intimasi mencakup perasaan dekat, terkait, dan terikat dalam hubungan, rasa kagum dan ingin memberi perhatian kepada orang yang dicintai. Keterbukaan diri dan komunikasi merupakan hal yang penting. Sedangkan hasrat mencakup dorongan kuat yang menimbulkan emosi dalam hubungan cinta. Daya tarik fisik dan seksual menjadi hal yang penting. Selain itu, komponen lain yaitu komitmen. Komitmen adalah keputusan untuk mencintai orang lain dan dalam jangka panjang, menjaga cinta itu.

Cinta yang sempurna mengombinasikan semua elemen intimasi, hasrat, dan komitmen. Cinta jenis ini dapat ditemukan pada hubungan orang dewasa atau hubungan antara orang tua dan anak. Begitu juga dengan kisah cinta Grace dan Steven yang tertuang dalam karyanya, Tuhan Masih Menulis Surat Cinta. Semoga Anda pun menemukan cinta sejati :)